When traveling is part of your duty

April 10, 2018


Working in media traveling is a thing. Hari Minggu jam 6 pagi, enaknya gosok-gosok kaki di selimut dan kembali peluk boneka sapi kesayangan. Tapi panggilan telfon dari Febri, partner kantor, mengacaukan suasana ingin-tidur-kembali.

"Lid, jadi kan? Kita survei ke pantai hari ini," katanya. Lebih tepatnya sih, Lid kita kerja hari ini, jangan lupa ya.

Dengan berat hati, terpaksa bangun tidur dan lipat selimut. Rasanya masih berat beranjak dari kasur, tapi mau gimana lagi. Punya misi negara buat survei ke pantai untuk acara Kartini nanti. Setelah mandi bebersihan, gak terlalu tepuk bedak banyak karena tahu perjalanan hari ini 'terlihat cantik' itu tidak dibutuhkan. 

Tujuan pertama adalah Pantai Teluk Asmara. Jadi bulan April ini aku mau bikin agenda camping bareng traveler wanita di pantai untuk peringatan Hari Kartini nanti. Untuk itu, perlu survei beberapa pantai dan ijin penjaga sana supaya acaranya nanti lancar. Kebetulan cuma berdua aja, aku dan Febri, kami berdua sepeda motoran menjelajahi tiga pantai sekaligus. Awesome 'kan?

Pantai Teluk Asmara



Perjalanan sampai kesini membutuhkan waktu tiga jam-an dari Kota Malang tanpa berhenti. Di jalan udah ngerengek berhenti ke warung buat sarapan pecel, tapi sama Febri gak diturutin. "Nanti aja Lid disana. Ada warung kok,"

Sesampainya di Pantai Teluk Asmara, keadaan panas banget. Terik mataharinya gak ketulungan lah. Suasana pantainya banjir manusia. Mungkin karena usia pantai ini baru setahun, jadi pamornya lagi naik daun. 

Pantai ini sebenarnya bagus. Airnya jernih, tenang, aman dan seru kalau buat berenang. Pasir putih, air hijau membiru, dan bukit batu yang memisahkan dua pantai jadi pemandangan lengkap. Tapi sayang, alih-alih fokus sama pemandangan, gagal fokus sama orang-orang yang ada disini.

Di bawah pohon rindang berjejer tenda yang (sepertinya) semalam menginap, beberapa keluarga yang menggelar tikar untuk piknik, grup besar anak-anak SD yang berkumpul dan bernyanyi dipandu guru dengan pembantu alat suara toa, dan masih banyak lagi. Suasana pantai padat dan ramai. 

Ditambah terik yang mencubit permukaan kulit, jadi gak mood. Bener-bener gak mood ngapa-ngapain. Waktu itu cuma duduk dibawah pohon sebelah tenda orang dan ngeliatin aktivitas orang-orang di pantai. Dalam hati membatin, panas-panas begini masih ada ya yang ceria mandi di pantai? Apa kulit mereka gak kebakar? Jangankan airnya, pasirnya aja menyengat. Panas.




Belum lagi dalam keadaan perut lapar. Ternyata warunya disini cuma satu dan hanya menyediakan Pop Mie seduh. Disini aku menghujat Febri, menyalahkan kenapa kita gak sarapan dulu tadi di jalan. Belum lagi disini udah mulai banyak sampah yang berserakan, duh orang-orang ini, kapan ya mereka bisa sadar jaga kebersihan di pantai? 

Sangking gak mood-nya, di Pantai Teluk Asmara cuma setengah jam. Setelah duduk-duduk sebentar, kami jeprat jepret area yang bisa dibuat camping nanti. Dalam hati udah mutusin sepihak, fix gak bisa disini---dengan kondisi yang aku jelasin di atas. Meski kecewa, kami tetap menemui tim Perhutani untuk diskusi sebentar dan minta ijin mengadakan agenda camping di Pantai Teluk Asmara. Intinya, mereka support-sopport aja, tiket dan biaya parkir tetap dikenakan. Kalau mau menginap dan berkemah, silahkan, tidak dikenakan biaya tambahan.

Pantai Watu Leter




Setelah (belum terlalu) puas dengan Pantai Teluk Asmara, kami berdua bertolak arah pulang dan mampir ke Pantai Watu Leter. Pantai ini kebalikannya Teluk Asmara, sepi sekali. Pengunjung yang datang bisa dihitung pakai jari.

Ketika jejak kaki ini sampai di pasir pantai dan mata ini menyapu pandangan...wow. This is amazing. Berasa pantai private. Padahal ini Hari Minggu loh! Kami berdua menyisiri pantai ke barat yang banyak bebatuan dan ombak di bibir pantai sebelah barat ini agak ganas, biarpun begitu kami benar-benar menikmatinya. 

Waktu itu aku pakai celana panjang dan blouse. Kostum ngantor dan casual banget, kalau untuk foto-foto tanpa basah sih oke. Karena dari pagi niatnya buat kerja, jadi gak ada pikiran buat basah-basahan. Kayak di Pantai Teluk Asmara tadi, yauda gak ada mood buat nyentuh airnya sama sekali.

Tapi disini beda. Untung banget... bawa ganti baju tapi gak bawa daleman. Yah repot. Apa boleh buat, desiran ombak sore itu memanggil dan menggoda centil. Jadi gak kuat. Kebetulan di pantai ini cuma ada satu warung dan toilet, tapi ada di ujung timur sedangkan kami berdua udah di ujung barat. Alhasil, aku ganti baju di karang. Awalnya takut ada monyet (trauma banget sama hewan satu ini), tapi karena kelihatannya aman, yauda ganti baju di bebatuan karang langsung. Tenang, sepi kok, kayaknya gak ada yang liat sih. (Kalo ada yang liat pun, gpp lah ya, kasih rejeki. Ya gak?)

Pas momen menabrakkan diri ke ombak, waaaah, rasanya girang banget. Udah kayak anak kecil umur 10 tahun yang diajak ke pantai. Lari kesana sini, main pasir, dan mainan ombak tepi pantai. It's super chills! 

Rasanya kayak ganti rugi setelah kecewa di pantai sebelah. Padahal di pantai sebelumnya batin, kok ada ya orang panas-panas gini berenang di pantai? Dan sekarang senjata makan tuan. 

Setelah menyisiri pantai sebelah barat yang banyak bebatuan, kami berdua kembali ke pantai sebelah timur. Apa yang terjadi? DISINI TERNYATA OMBAKNYA LEBIH KALEM! Mana airnya jernih banget, airnya warna hijau karena dasarnya masih pasir putih. Wah ini, bikin jadi gak mau pulang!




Kami juga pesen es kelapa muda hijau dan nasi pecel. Biarpun di pantai harga makanannya juga santai. At that time, I'm soooo happy! Rasanya lama gak se-happy ini bisa nemuin pantai senyaman dan seindah ini.

Time is ticking. Hari semakin sore, kita masih ada satu pantai lagi yang harus dijelajah. "Feb kita bisa gak sih disini lebih lama?" pintaku.

"Heee ngawor! Ada Pantai Bekung sama Pantai Ngudel yang harus disamperin. Ini udah sore, nanti kemaleman kita pulang masih di pantai repot lid." Yasudah. Kami melanjutkan perjalanan. I promise I'll be back again, for sure!

Pantai Ngudel dan Bukit Asmara



Sampai disini matahari hampir tenggelam. Suasananya juga sepi, mungkin beberapa pengunjung sudah pulang. Disini ombaknya lebih ganas daripada Pantai Watu Leter. Ada pengunjung yang masih berenang, tapi ada dua bapak-bapak penjaga neriakin pake toa untuk memperingati pengunjung yang berenangnya kejauhan. 

Setelah ngobrol santai dengan penjaga pantai sana, kami disuruh naik ke atas Bukit Asmara. "Udah pernah liat sunset pantai dari atas bukit belom, dek?" tanya Pak Yanto, salah satu penjaga Pantai Ngudel.

"Belum pak, berapa menit ya pak naik kesana?"
"Cuma 15 menit aja dek." 

Oke. Untuk mengakhiri perjalanan hari ini, kami berdua memutuskan untuk naik ke atas. Ternyata ini bener-bener mendaki bukit beneran, jalannya nanjak dan setapak. Setelah ngos-ngosan, perjalanan tadi dibayar dengan pemandangan yang---wah gimana ya, monmaap nih ente harus kesini. FIX recommended!

Bapaknya tadi bilang, kalo bisa naik ke atas Bukit Asmara, bisa lihat sunset dari Pantai Balekambang sampai Pantai Batu Bekung. It feels like...I'm happy, more likely 'terharu' bisa sampai puncak sini. Semilir anginnya hangat dan sejuk, bahkan bisa lihat rumah penduduk yang kecil-kecil seperti rumah monopoli.

Pemandangannya udah kayak hasil jepretan akun Instagram folkindonesia, tapi ini tanpa diedit dan pakai filter Adobe Lightroom, asli liat langsung pakai lensa mata sendiri. Super beautiful. Can't describe by words. 
Bayangin aja, warna langit senja waktu itu mantul di lautan biru jadi warna oranye. Bola kuning terang di sebelah barat perlahan mau tenggelam.



Sebelum benar-benar tenggelam, kami berdua harus turun. Karena...gak bawa senter dan hape udah drop semua. Ini kesalahan besar sih, kita hari ini gak bawa 'gear' kamera apapun dan baju ganti. Cuma mengandalkan dua hape kamera siomay masing-masing. Padahal tadi pagi bisa aja ambil GoPro atau Mirrorless punya kantor, tapi kami berdua terlalu malas dan sangat menyesalinya sekarang.

Intinya sih, kalau kemana-mana harus bawa baju ganti plus daleman. Jangan lupa bawa kamera yang memadai untuk mengabadikan momen perjalanan. Karena kamu gak bakal tahu kapan bisa kembali lagi ke tempat itu. Ini cerita perjalanan dan bagian dari pekerjaanku, how about you?

You Might Also Like

0 comments

Subscribe