Bagaimana rasanya tinggal bermasa mertua?

June 08, 2020




Ada yang bilang ketika kita memanjatkan doa, jangan lupa disampaikan dengan detail. Sejak itu ketika menginginkan sesuatu, aku selalu berdoa dengan detail. Mulai dari SMA dulu, mau masuk universitas mana dan kuliah jurusan apa. Mau bekerja di bidang apa, gajinya berapa, dan tujuannya untuk apa.

Ada doa yang dikabulkan dan tidak. Intinya, semua yang terjadi adalah yang terbaik untuk kita. Untuk mendapatkan pasangan hidup pun, aku berdoa dengan detail. Tak hanya jodoh yang terbaik untukku, tapi juga keluarga mertua yang mau menerima keluargaku. Alhamdulillah, itu termasuk salah satu doa yang dikabulkan.

Sudah tiga bulan ini tinggal bersama keluarga suami. Sebelumnya, aku dan suami menyewa apartemen di Jakarta Timur karena dekat dengan kantorku sedangkan rumah mertua ada di Depok, agak melipir ke Kab Bogor. Karena kondisi pandemi dan PSBB, ditambah fakta aku hamil, mertua menyarankan tinggal saja di rumah karena bagi mereka apartemen terlalu rawan di kala penyebaran covid-19 ini.

Ibu mertuaku bekerja di salah satu puskesmas di Jakarta bagian manajemen, dulunya beliau adalah praktisi bidan. Namun sekarang lebih ke bagian manajemen puskesmas dan pelayanannya. Sedangkan ayah mertua adalah TNI. Suamiku adalah anak pertama dan cowok sendiri, dia punya tiga adik perempuan lain yang baru masuk kuliah, kelas 1 SMA, dan SD kelas 5. 

Rumah cukup nyaman untuk kami tinggali bersama, yang paling kusuka adalah ada halaman kebun yang segar dengan 2 pohon rambutan yang tiap pagi ada burung berkicau di sana. Karena dulu ibu pernah buka praktek bidan, ruangan tersebut disulap jadi rumah sementaraku dan suami. Kami menyebutnya rumah depan. Ada kamar tidur, kamar mandi, ruang tengah, dan ruang depan yang diatur jadi ruang kerja kami. Untuk ruang makan dan dapur masih ngikut di rumah utama.

Keluarga suamiku penyayang hewan. Ada kucing yang tiap hari kami beri makan, kemarin aku sempat cerita tentang kucing kami yang bernama Meme. Karena ibu dan ayah sama-sama PNS, jadi selama pandemi ini mereka tetap masuk ke kantor. Sedangkan anak-anaknya termasuk aku dan suamiku, WFH atau lebih tepatnya beraktifitas di rumah saja.

Ibu mertuaku punya karakter yang tegas. Mendidik anaknya untuk selalu bersih menjaga rumah, mengajari putrinya memasak, dan lain-lain. Apalagi beliau dari background medis, jadi apa-apa harus bersih. Kalo ada kucing pup sembarang, gak langsung dipel, tapi didiemin dulu dengan baiklin supaya bakterinya mati lalu dibersihkan beberapa jam kemudian. Juga makanan, beliau sangat memperhatikan makanan yang akan dimakan keluarga. Selalu ada buah dan sayur untuk di makan.

Lalu bagaimana treatment beliau ke menantunya? Beliau menganggap ku sebagai anak kelima. Apalagi sejak hamil, beliau semakin perhatian. Malem-malem ketuk pintu bangunin, kirain kenapa, ternyata beliau nganterin toples regal buatku. "Ini Lidya kalo pengen ngemil malem-malem, kasian bayi dalam perut kalo pengen ngemil."
Padahal aku kalo pengen pun bisa ambil sendiri di dapur. Pernah lagi, beliau nanya, Lidya lagi pengen makan apa biasanya kan ibu hamil pengen makan aneh-aneh. 

Jujur aku selama hamil ini kalo ngidam gak ada yang sampe mengadi-ngadi. Artinya aku kalo pengen ya bisa nahan, kalo gak ada di grabfood atau gofood yauda makan aja seadanya. Gak bawel. Tapi aku nyeletuk aja, "Kedondong kayaknya enak bu. Saya pengen yang kecut asem, tapi kemarin saya keliling sama Reno di toko buah gak nemu." 

Lalu besoknya ibu bawain satu kilo kendondong. "Buah kayak gini gak bakal ada di toko buah. Adanya di pasar, tadi minta anterin bapak buat beliin ini." Sambil nyodorin kedondong yang beliau dapat. 

Ibu juga selalu menyarankan untuk banyak makan. Karena badan dan perutku gak keliatan kayak orang hamil. Karena walaupun sudah memasuki bulan kelima, berat badanku nambah sedikit dan makanku masih belum kalap alias porsinya memang dikit.

Tentang ayah mertua, beliau orang paling hangat di rumah. Bapak orangnya kalem, chill, dan menomorsatukan keluarga. Percaya atau tidak, beliau yang selalu pergi ke pasar untuk belanja. Ibu kalo minta apa-apa minta bapak untuk yang nyari, bahkan sesimpel nyari pot buat tanaman nitip bapak buat nyari. Bapak juga sering masak dan masakannya enak. Salah satu anaknya minta apa juga langsung ngeng dibeliin. Bapak hangat di rumah tapi kalau udah emosi, ya TNI kalo tempramen gimana sih, galaknya minta ampun. Tapi galaknya ke case case misal kita lagi di jalan lalu ada pesepeda motor hampir nyerempet atau bikin kami hampir celaka, beliau bersedia turun mobil dan marahin tuh orang. 

Kalo weekend, bapak dan ibu hobi beraktifitas di kebun. Bapak yang bersihin rumput dan ibu yang merapikan pot tanaman. Kadang kami pun kalo butuh udara segar, suka jogging ke Sentul. 

Ibu dan Bapak lagi berkebun

Bagaimana dengan adik-adiknya? Mereka baik, Alhamdulillah gak ada yang toxic. Kami suka explore masak memasak, mulai dari bikin Cireng sampai Dalgona. Walaupun begitu, sampai saat ini aku tidak bertukar Instagram dengan mereka. Aku tanya suamiku, kamu follow akun adik-adik gak? Dia bilang tidak. Yasuda aku pun tidak. Tidak follow akun IG juga bukan berarti putus hubungan saudara. Kalo pun mereka nanti nanya akun IG ku apa, aku juga gak merasa keberatan untuk saling follow. Cuma karena diantara kita gak ada yang initiate, yauda sih as it is aja hehe.



Dan juga, sebenernya orang-orang di rumah karakternya lebih ke introvert. Kalau gak diajak ngomong duluan ya udah diem-dieman, tapi diem bukan berarti ngambek. Kami beruntung ada kucing di rumah, topik kucing mencairkan segala suasana. "Si Meme tadi pup di kebun loh" atau "Si Meme tadi aku kasih makan bakwan dia doyan loh!"

Udah sih itu aja. Ini sedikit ceritaku dan keluarga baruku. Semoga kalian selalu diberi kesehatan untuk keluarga. Jangan lupa, kalo berdoa harus detail ya hehe.

You Might Also Like

1 comments

Subscribe