Memaksakan Diri Untuk Menulis Lagi

June 05, 2020


Halo semuanya, apa kabar? Semoga sehat selalu dimana pun kamu berada. Stay safe, semoga kita bisa berdamai dengan pandemi yang membuat emosi, finansial, dan produktivitas agak amburadul.

Sudah lama rasanya tidak menulis seperti ini. Juga kadang bertanya-tanya, kenapa Lid? Emang kenapa selama ini? 

Ya gak apa-apa sih. Rasanya sudah berbulan bulan gak nulis, jadi gini ya rasanya menutup diri. Selama ini memposisikan sebagai pembaca, pengen tau orang-orang ngapain aja sih. Lalu, apa yang aku pelajari selama puasa menulis dan observasi?

Hmm rasanya pusing, capek sendiri. Kok bisa? Betewe konteksnya ini observasi media sosial dan baca berita ya. Apalagi Twitter dan Quora, yang netizen-nya lebih random dari apapun yang terandom di dunia ini. Sampai kadang-kadang gemes sendiri. Walaupun begitu, disitu aku tau bahwa orang itu tulisan dan ceritanya bagus-bagus. Entah ceritanya direkayasa atau pengalaman pribadi, rasanya seperti baca Wattpad walopun sebenernya itu bacanya di Twitter atau Quora, "Blablabala -- A Thread --". Orang jadi demen banget berbagi sebuah utas.

Intinya sih yang aku pelajari ketika bermedia sosial, gak ada yang salah dan benar. Berbagi opini misalnya. Ada orang yang bilang eh aku gak suka jeruk soalnya asem, lalu ada netizen lain ikut berkomentar lah salah apa jeruk sama Anda sehingga Anda tidak suka dengan jeruk? Ya analoginya seperti itu. Apa yang kita ucapkan di media sosial, terkadang diartikan berbeda dengan netizen. Oleh karenanya, jangan expect ketika kamu berbagu opini, orang akan setuju dengan pendapatmu.

Belum lagi sebuah utas yang dengan terang-terangan membagikan aib. Mungkin maksudnya membuat malu si dia yang menjahatinya, dengan kekuatan plot twist dan Twitter do your magic, bim salabim hukum netizen yang menentukan. Sebagian mendapatkan dukungan, sebagian sebaliknya malah dapet caci makian.

Nah ini yang membuatku lebih berhati-hati menulis, berkomentar atau membagikan opini apapun ke publik. Kadang aku menahan diri untuk gak ikut campur berkomentar politik, baik itu issue lokal atau internasional. Karena dengan menafsirkan opini seseorang di media sosial, adalah salah satu caraku menilai karakter dan kepribadiannya. Jadi itu aku berlakukan buat diriku sendiri, kalo gak mau dikomen yang engga-engga atau meleset, lebih baik menahan diri. 

Aku bilang gini bukan berarti memotivasi untuk silent is golden ya. Cukup lebih bijak aja meninggalkan jejak digital di dunia maya. Aku jadi ingat pagi ini, adekku Nova yang kelas 6 SD menghubungiku. "Mbak Lid, aku iseng nyari namaku di Google dan nemu blog Mba Lidya yang nyeritain aku lulus wisuda TK!"

Ini deh aku kasih jepretan chatnya.



Entah dia bener apa enggak, intinya dia suka dirinya pernah diliput di blog ini. Coba bayangkan, kalo aku belum terlalu dewasa pada masa itu, menuliskan kebencian dan kekesalanku sama adikku sendiri. Betapa akan menimbulkan drama untuknya. 

Belum lagi nanti kalau anakku sudah besar, sudah bisa membaca, lalu kepoin kelakuan ibu dan bapaknya. Semudah mencari kata kunci dan Google dengan senang hati membantu menyediakan informasinya.

Terlepas dari atas uneg-uneg yang aku sampaikan di atas, aku memberanikan diri untuk memulai nulis lagi. Menulis dengan senang hati. Itu dulu ya, aku mau memikirkan hal lain yang bisa kutulis lagi.

You Might Also Like

1 comments

Subscribe