I fallen in love since we first met
November 01, 2020Judul di atas aku persembahkan untuk putra pertamaku, Arkana Reiner Laksana yang belum genap dua minggu usianya. Selama 39 minggu 4 hari aku mengandungnya sampai kita berdua sama-sama berjuang untuk bisa bertemu.
Ini pengalaman pertamaku melahirkan seorang anak. Selama masa kehamilan di trimester pertama, rasanya benci sama diri sendiri karena gak tahan sama mualnya dan aneh aja. Fisik mulai melemah dan mood harus tetap dijaga.
Masuk ke trimester akhir, rasanya sudah siap dan gak sabar. Tiap bulan rajin kontrol ke klinik bersalin, lihat hasil USG fotonya, lihat kaki mungilnya, rasanya gak sabar pengen cepet-cepet ketemu.
Selain mempersiapkan yang seharusnya dipersiapkan, seperti hospital bag dan yang paling penting: mental. Mama bahkan bilang, rasanya melahirkan itu lebih sakit dari rasanya orang sakit.
Besar harapanku bisa lahir normal. Selama kontrol bersama dokter, air ketuban aman, bayi tidak sungsang dan InsyaAllah bisa normal.
18 Oktober dini hari jam 2. Aku mengeluarkan flek dan rasa kontraksi dikit demi sedikit terasa. Paginya aku dan suami pergi ke klinik dan periksa, kata bidan masih buka 1, dianjurkan pulang dulu dan diberi obat pelunak, saran dari dokter agar proses pembukaannya cepat.
Sekitar jam 10an, perutku makin kontraksi dan sakit. Aku kembali ke klinik dan baru buka 1,5. Wow, even it's not started yet batinku. Bidan memberi opsi, mau stay atau pulang. Karena khawatir terjadi apa-apa, kami memilih stay. Kami menginap dan rasanya disaster! Kontraksi tak kunjung usai, dini hari pun masih buka 3-4!
Paginya (19 Oktober) mulai diinfus dan siangnya mulai diinduksi. Lima jam diinduksi gagal, masih mentok bukaan 6. Yaampun, dua hari berjuang masih harus gimana lagi.
Akhirnya diputuskan untuk dirujuk ke RS dan sesar. Lahiran sesar diluar dugaanku. Aku belum siap mental, tapi aku udah masuk IGD dan para bidan sudah coblos sana sini, tes alergi sampai pasang infus gagal 3x bengkak.
Dokter sudah menunggu di ruang operasi. Aku disuntik bagian punggung dan masih dalam keadaan sadar, dokter menepuk bahuku. "Kita mulai ya Bu Lidya, berdoa dalam hati ya." Selang beberapa detik dokter memulai, aku mendengar suara tangisannya pertama kali. "Ya pantesan gak mau keluar, bahunya nyangkut." Intinya, tali pusar bayiku pendek yang menyebabkan jalan satu-satunya adalah sesar.
Bayiku diambil bidan. Sebelum masuk ke recovery room, bidan menyodorkan bayiku dibalut kain bedong yang kupersiapkan. "Bayinya laki-laki ya bu," aku mencium keningnya sebentar dan aku dipindahkan ke recovery room.
Di recovery room aku sendirian. Kejang kedinginan, menggigil, efek obat bius. Aku didiamkan sendirian di ruang recovery room sekitar 3 jam-an sampai diantar ke ruang rawat, suamiku sudah menunggu di sana.
Kami berpegangan tangan dan tersenyum, akhirnya perjuangan dua hari terbayar. Yang kurasakan saat itu lapar, sangat lapar. Suami order master pizza cheese, rasanya enak sekali. Lega sekali.
Satu jam kemudian, bidan mengantarkan bayi kami dalam box. Bidan mengajariku cara memberikan asi walaupun keadaanku masih terbaring lemas. Alhamdulillah, si baby Arka langsung tau cara minum dan asiku keluar.
Tiga hari di rumah sakit, gak sabar pengen cepet-cepet bawa Arka pulang ke rumah. Sudah banyak yang nungguin, termasuk Oma Opa dan tante-tante nya.
Alhamdulillah sekarang sudah hari ke-11. Rasanya nano nano jadi ibu yang baru pegang bayi. Udah pasti sleep disorder, bayi bangun tiap 2-3 jam sekali. Harus netekin sampai lecet, ganti popok, dan menimangnya ketika dia lagi mules dll.
I'm so happy to be a mother regardless the sleeplessness. I'm so happy to see my little boy. Like whatever it takes, I will protect my boy no matter what. Jadi seperti ini ya jadi ibu, ingin melakukan yang terbaik untuk anaknya. Gak heran induk ayam kalo anaknya diganggu ngamuknya dah kayak macan Sumatra aja. Memastikan anak aman, nyaman dan menjamin memberikan dia kasih sayang yang cukup udah kewajiban dan naluri sebagai ibu. Because I'm in love with him since the day we first met.
0 comments