Cerita Traveling Inspiratif, Mulai dari 1000 Guru Sulsel hingga Senandung Kopi Kahaya

March 05, 2018

Pemuda pujaan para ukhti Bulukumba (kiri) dan Komunitas Penjelajah Nusantara (kanan)
Sabtu kemarin tepatnya tanggal 3 Maret 2018, untuk pertama kalinya mendarat di tanah Sulawesi. Kesan pertama tentang ibu kota provinsi Sulawesi Selatan ini...panas. Bukan terik, tapi panasnya bikin gerah. Mungkin perbedaan suhu dari Malang yang biasanya 19-22 derajat, di Makassar jauh dari itu. Meski begitu, orang-orang disini ramah dan suka ngajak ngobrol. Ijinkan jemari ini bercerita tentang dua hari di Makassar.

Agenda ke Makassar untuk ngadain acara Koper Ransel, kopi darat para traveler yang digagas oleh Travelingyuk.com . Kami dari tim Travelingyuk.com ke Makassar hanya bertiga. Pesawat Sriwijaya mendaratkan kami di Bandara Sultan Hassanudin pukul 14.00 wita, sampai di hotel sekitar sore. Setelah bebersihan (karena gak kuat gerahnya) kami memutuskan mampir ke Aroma Coto Gagak, kita makannya pake cendok terus isinya daging capi heheh (eaa garing lid!).
Karena cuma punya waktu beberapa jam sebelum malam, kami habiskan wisata kuliner ke mie titi, pisang epe, dan gak lupa menikmati merahnya cakrawala di Pantai Losari.

Besoknya kami persiapan di Silverhawk Alabaik di Jalan Andi Mappaodang No 20. Mungkin ada misscomm sedikit tentang venue, kami bertiga dari Travelingyuk.com harus menggeser meja dan mendorong sofa ke depan sampai jadi ruangan yang cukup untuk 30 orang. Padahal udah cantik-cantik berangkat dari hotel harus teler nata ruangan. Oke gapapa, jadi semangat lagi ketika satu-persatu peserta yang sebelumnya udah mendaftar datang.

Di acara kopi darat Koper Ransel ini, kami mengundang dua orang hebat dari tanah Sulawesi Selatan untuk berbagi cerita perjalanannya yang ternyata gak cuma jalan-jalan tapi juga bawa perubahan untuk orang dan lingkungan sekitarnya. Keren kan?

Konsep traveling & teaching, jalan-jalan tapi juga kasih edukasi ke anak-anak SD pedalaman

Ini Kak Appi dari 1000 Guru Sulsel yang humble bubble banget
Kak Appi, inisiator 1000 Guru Sulsel cerita singkat kenapa dia mau terjun ke dunia berbagi. Diawali dengan kegemarannya solo traveler, dia merasa ternyata solo traveler itu bahagianya cuma untuk diri sendiri. Kak Appi mulai mencari ke level lain tentang memaknai traveling, akhirnya di tahun 2013 dia bergabung dengan 1000 Guru di Lampung sebagai relawan. Dari situ dia terinspirasi untuk membawa konsep traveling & teaching dari 1000 Guru ke Sulawesi Selatan.

Guru Sulsel yang dia pegang sekarang masih berlanjut, bahkan sudah menyapu 17 kabupaten dari 24 kabupaten di Sulawesi Selatan. Keren kan?
Kak Appi cerita, ternyata masih banyak anak di pedalaman yang kurang beruntung dan tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Di Bone, salah satu pedalaman di Sulsel, Kak Api bilang dari jarak ke rumah sampai ke sekolah bisa melewati dua bukit dan sungai. Mereka harus berangkat pagi subuh, yang mana kita tahu hutan itu gelap, anak-anak itu masih ada keinginan untuk belajar.

Jangankan ngelewatin dua bukit dan sungai, kita aja kadang mau berangkat ke kampus harusnya masuk jam 9, jam 8.55 baru berangkat dari kos. Ada lagi, Kak Appi juga bercerita selama perjalanan 1000 Guru Sulsel, ternyata banyak tempat yang gak dapet fasilitas listrik dan pendidikan yang merata. Itulah kenapa, kita sebagai anak muda harusnya selain jalan-jalan menikmati alam yang ada, kita juga memikirkan warga yang ada disana. Kata Kak Appi, "Selagi muda, banyak-banyaklah belajar mengurus anak negeri sebelum repot mengurus anak sendiri." (ternyata ngurus anak sendiri susah ya, tapi kalo bikin gampang kan ya?)

Alunan Cerita Senandung Kopi Kahaya

Ini Kak Tismi, udah cantik bisa bawa perubahan di desanya. Idaman?
Kalau tadi tentang traveling & teaching dari Kak Appi lewat 1000 Guru Sulsel, ada cerita lain yang dibawakan Kak Tismi. Jadi di Sulsel itu ada Kabupaten namanya Bulukumba, di Bulukumba ada desa namanya Kahaya. Desa Kahaya adalah desa yang penduduknya mayoritas petani kopi. Tadinya petani kopi Kahaya hampir beralih ke cengkeh, tapi Kak Tismi datang membawa cerita lain di desanya. Setelah mengenyam pendidikan di Universitas Negeri Malang, Kak Tismi kembali ke desanya dan membawa perubahan dengan menciptakan Senandung Kopi Kahaya, perpaduan festival seni di gunung untuk mengangkat citra Kopi Kahaya.

Didukung dengan komunitas dan LSM setempat, Kak Tismi berhasil memberi edukasi tentang cara roasting kopi Kahaya dengan benar hingga pertunjukan seni untuk hibuan warga lokal. Sekarang sudah semakin banyak yang tahu tentang Kopi Kahaya. Betapa mulianya apa yang sudah dilakukan Kak Tismi besama teman-teman untuk mengenalkan Desa Kahaya ke dunia luar. 

Dua cerita dari orang hebat di atas cukup nampar. Mereka berdua masih muda tapi sudah membuat hidup banyak orang berubah jadi lebih baik. Rasanya masih harus buka mata lebih lebar lagi buat lihat dunia dari kacamata beda. 

Acara kopi darat diakhiri dengan foto bersama dan berbincang makan siang bersama. Setelah ngobrol-ngobrol dengan peserta, ternyata ada dari mereka yang bahkan sudah menapaki 22 provinsi di Indonesia di usianya yang masih muda. Jadi mikir, yaampun lid kamu kemana aja, kok rasanya dunia kecil sekali. Ternyata kalau digali lagi, Indonesia punya sudut-sudut cerita yang bisa kamu singgahi.

Suasana summer (panasss) kopi darat pemuda traveler di Makassar, kacau serunya!
Kelar acara kopi darat, kami tim Travelingyuk.com bergegas ke bandara dan kembali ke Malang dengan selamat. Biarpun lelah, cerita dua hari yang singkat ini cukup memberikan gambaran. Intinya, jangan sekedar jalan-jalan. Solo traveler itu boleh, menyenangkan iya, tapi sayang bahagianya cuma untuk diri sendiri. Coba berpikir selangkah lagi, buat cerita gak sekedar mengambil dokumentasi alam lalu membaginya ke netizen. 

Buatlah perubahan walaupun itu harus dimulai dari hal terkecil, salah satunya bangun pagi dan gak telat berangkat kemana pun tujuanmu sekarang :)

Ini titisan Pevita Pearce yang siap bawa perubahan...untuk bisa bangun pagi :)

You Might Also Like

0 comments

Subscribe