Jangan takut, tetap jadi dirimu yang sebenarnya

March 15, 2018


Malam ini Malang labil, kadang mendung kadang cerah. Posisi sekarang lagi duduk sendiri di ruang kantor yang orang-orangnya udah pulang semua. Harusnya malam ini punya janji bertemu dengan seseorang, tapi sengaja membatalkannya. Ternyata untuk kali ini, lagi butuh waktu untuk sendiri.

Enaknya punya blog pribadi tuh, bisa lihat histori tulisan di masa lalu. Eh dulu Lidya punya masalah apa, kapan dia pernah sedih dan kenapa dia bisa seneng banget. Rasanya sejuk bisa melihat tulisan sendiri, seolah lihat cuplikan video kaleidoskop masa kecil sampai dewasa.

Ada sesuatu yang pengen aku tuangkan disini. Ini tentang usia, pikiran, dan apa yang dikerjakan sehari-hari. 
Kenapa aku cerita singkat tentang tulisan di masa muda itu menyenangkan, karena saat di usia itu, kita sama sekali gak punya beban. Gak peduli harus bayar tagihan bpjs, gak peduli EYD, gak peduli ada yang baca, dan gak peduli penilaian orang. Pada masa itu, dengan percaya diri, jadi diri sendiri.

Entah kenapa, ketika usia bertambah rasa percaya diri itu makin terkikis. Dinyinyirin satu orang aja udah kalang kabut, rasanya mau mati saja. Mau melakukan apa-apa harus mikir A-Z, ujung-ujungnya gak melakukan apa-apa. Cuma "yaa udahlah, gini aja biar aman".

Padahal, dunia itu terlalu indah untuk diabaikan. You know, I miss my mom a lot. Kangen rumah, udah gak ketulungan nih pengen pulang ke Banyuwangi ketemu Farel dan Nova. Padahal definisi rumah bukan hanya sekedar bangunan bertembok dan papan untuk alas tidur. Rumah adalah tempat kamu akan kembali, no matter what.

Rumahku adalah mama dan dua adikku. Beda ceritanya kalau nanti aku udah nikah dan punya anak. Punya rasa rindu akan rumah itu indah, bisa saja rasa rindumu gak ada apa-apanya dibanding mereka yang ada di rumah. Itulah kenapa aku tadi bilang, dunia terlalu indah untuk diabaikan. Cobalah, kalau kamu merasa sendiri di kota orang, hubungi mereka yang kamu sebut dengan rumah.

Tau gak sih, akhirnya aku agak seneng nih bisa nulis tentang personal story lagi. Jujur saja, kemarin spiritku hilang. Kalau kamu baca tulisan personalku di awal tahun, aku benar-benar kecewa. Maklum sih, aku menyebutnya dengan fresh graduate syndrom. Posisi dimana kamu keluar dari zona nyaman, ditolak adalah makanan kamu setiap hari, dan kecewa sebagai hidangan penutupnya.

Di saat lagi down di usia segini, rasanya gak pengen ngapa-ngapain. Jangankan nge-blog, mau upload IG story aja mikir-mikir. Hari demi hari aku recovery dengan jalan-jalan, aku paksain buat tetep nulis. Ya walaupun itu cuma review, pokoknya jemari ini masih menari dan otak ini mau diajak kompromi.

Kamu tahu, di dunia ini yang abadi itu cuma perubahan. Semangat, spirit, kreativitas, dan perjuangan itu bisa hilang. Dan butuh waktu untuk mendapatkannya kembali. Itu benar adanya, perlahan aku mulai mendapatkan apa yang hilang. It feels like, I'M BACK!!!

Pesan yang sebenernya pengen aku sampaikan lewat tulisan ini, lakukan apa yang memang mau kamu lakukan. Aku dulu mikir berat kalau mau bikin konten, entah tulisan, posting foto di Instagram beserta kepsyennya. Ya kita gak bisa naif lah sama yang namanya personal branding. Dulu, ini dulu ya, satu tahun yang lalu aku merasa aku harus bersikap anggun dan pintar.

I prefer wrote everything in English, so I wish my message would be so powerful to make people think that I'm smart and elegant as woman. I always show off to my media social that I'm fckng hard-working girl and ambitious. Just to make people, to fulfilled my expectation about judging me as I wish.

Like what I did now, writing like this, this is exactly not me when I'm young and happy to be who I am. I miss my old me, the me who never think about what else but herself. That's it, that's me.

Bodo amat sama personal branding (walau sesungguhnya itu perlu, penting, dan harus diperhatikan). Terlepas dari personal branding yang ingin kamu bangun, jangan sampai kamu lupa siapa diri kamu sebenarnya. Aku merasa, belum saatnya untuk menentukan what I become.

Lagipula, kamu gak akan dosa kok kalau kamu mengakui kamu sedang kalah. Tidak melulu tentang kemenangan. Berhenti membandingkan diri sendiri dengan yang lain. Rumput tetangga memang lebih indah, tapi tagihan airnya bisa lebih mahal daripada punya kita.

Aku mengaku saat ini sedang kalah. Padahal sebelumnya rapotku selalu peringkat teratas dan mempesona. Hmm...ternyata begini ya rasanya gagal dan perlahan bisa bangkit lagi. Intinya sih, gak perlu takut apalagi gengsi atas apa yang sudah kamu dapatkan sekarang.

Jadilah dirimu yang dulu punya senyuman bulan sabit, tatapan mata layaknya cahaya yang siap menembus ventilasi, dan spirit yang menuntunmu sampai tujuan layaknya waze. You know what? Be your damn best self!


You Might Also Like

1 comments

Subscribe