Terimakasih, Papa

January 06, 2015

03.222 WIB, 5 Januari 2015

Bunga ini untuk Papa
Ringtone hape berdering membangunkan saya, layar hape menunjukkan "Mama" sedang memanggil. Hari ini saya harus berangkat ke Malang naik kereta Tawangalun pukul 06.00 pagi. Saya pikir, mama terlalu pagi untuk membangunkan saya supaya siap-siap berangkat ke Malang. Tapi saya salah besar. Benar-benar tidak terduga.


Suara isak tangis mama membuat jantung saya tidak teratur dan kantuk saya terusir. "Kenapa, Ma? Ada apa?" pikiran kalut mendengar suara mama yang parau dan gak jelas mau ngomong apa. Sebisa mungkin mama menahan nafasnya teratur supaya satu kalimat dapat didengar jelas. "Papa udah gak ada, Lid. Papa gak ada..."

DUARRRR

Lima hari yang lalu saya mendengar ledakan suara kembang api di langit menandakan pergantian taun. Tapi sekarang saya mendengar ledakan itu lagi tepat di telinga saya. Berita duka datang dari papa. Sulit untuk konsentrasi, skaledoskop ingatan tentang papa lari kesana kemari di pikiran saya. Ingatan beliau saat menggendong Farel, ingatan beliau saat memarahi Nova, ingatan beliau saat membuka pintu sambil membawa sekotak terang bulan. YaAllah...Engkau mencintai beliau lebih dari yang kami kira...

Papa sudah menderita sakit berat sejak bulan Agustus. Sakit yang beliau derita mengubahnya dari pria 48 tahun yang gagah dan sehat menjadi kakek usang usia 80 tahun bertulang tanpa daging. Papa dirawat di bali bersama keluarganya. Baru seminggu kemarin, saya dan kedua adik saya ditemani keluarga mengunjungi beliau. Sungguh, perbedaan 180 derajat saat terakhir kali bertemu dengan beliau. Papa yang kuat angkat galon, kuat gendong Farel dan Nova sekaligus, kuat sepeda motoran sendiri Singaraja-Genteng, saat itu terbaring lemas dengan selang udara di hidungnya. Hari kunjungan itu berlalu, hari ini keluarga mendapat kabar duka penalti.

Saya tidak percaya. Saya yakin dan percaya beliau seolah ada. Kenangan saya saat bersama beliau; menghabiskan buah rambutan sekilo sekaligus, membuat makanan aneh, dan battle guitar hero atau underground sampai camilan kami habis. Kenangan itu masih ada dan nampak nyata.

Saya berusaha ikhlas dan tabah. Tapi yang membuat hati saya teriris, saya tidak sanggup melihat kedua adik saya, yang masih kecil, Farel (2th) dan Nova (6th) harus menyandang status anak yatim. Kakak mana yang tega melihat kedua adiknya yang polos harus ditinggal pergi oleh ayahnya? Saya bingung harus jawab apa ketika Farel kecil merengek, "Mana papa? Mbak lid mana papa?" Saya harus jawab apa?

Saya merindukan momen terlengkap dan tak terlupakan bersama papa, mama, nova, dan farel. Sebelum satu-persatu pergi meninggalkan rumah menghadapi keadaan.

Dad and His Lovely Son

Bagaimanapun, tidak ada kata yang dapat saya berikan selain ungkapan terimakasih yang sebesar-besarnya untuk papa yang sudah menjadi papa yang berhasil untuk Nova dan Farel. Semoga amal dan ibadah papa diterima di sisi Allah SWT. Segala kesalahan beliau dimaafkan dan keluarga kami diberi ketabahan. Amin.

You Might Also Like

0 comments

Subscribe