Potong Benalunya, Bukan Pohonnya

March 30, 2014


Banyak orang yang bilang, menjalani hubungan yang lama pastinya dipenuhi dengan jalan berlika-liku, dihempas dan terombang-ambing oleh ombak asmara, terdampar di pesisir amarah, lalu bertemu kembali di titik yang sama setelah tersesat di hutan belantara. Banyak juga yang bilang, hubungan yang setenang sungai nil mengalir, sehening kelelawar di goa, dan senyaman picnic di savanah, tidak akan sebanding lamanya dengan asumsi yang pertama. Kenapa itu bisa terjadi?

Kadang merasa heran juga, kenapa orang yang baik mendapatkan yang buruk, dan yang buruk mendapatkan yang baik. Bukan hal yang asing kalau kita mendengar pepatah "hidup ini tak adil", tapi sebenarnya semua adil karena takdir sudah tertulis di skenario Tuhan, hanya saja dari sudut pandang mana kita menganalisa.

Teman saya pernah cerita, dia merasa heran pada dirinya sendiri kenapa dia bisa bosan menjalani hubungan dengan orang yang jelas-jelas sudah yang terbaik untuknya. Mau mengantarnya kemanapun ia ingin pergi, menemaninya dimanapun ia butuhkan, dan selalu ada saat diperlukan. Kurang baik apa coba pacarnya? Perasaan takluk dan patuh dari pacarnya ini justru membuat teman saya gelisah, tidak ada gairah maupun tantangan lagi untuk membuatnya jatuh cinta dan bertahan seperti saat mengawali hubungan, dan terus-menerus dia menjalani hubungannya dengan bosan. Alasannya, dia mengungkapkan kalau dia merasa sudah berkuasa atas jantung hati pacarnya, artinya; dia sudah mendapatkan bola dan bebas menendang maupun mempermainkan sesuka hatinya. Beda lagi saat dia berusaha mendapatkan bola, harus bersaing dengan lain, berlari dan menguras keringat sampai bola datang padanya. Ketika bola sudah datang dan tidak ada peganggu maupun pesaing, yang dia rasakan hanya menghabiskan waktu berdua tanpa ada sesuatu yang baru yang membuatnya semangat memperebutkan bola kesayangannya.

Beda lagi dengan teman saya yang punya pacar "tidak baik", pacarnya tempramental, tidak menunjukkan sikap setia, dan selalu membuat dia menangis. Teman saya yang satu ini justru sangat sangat menyayangi pacarnya, dia mengungkapkan tidak ingin putus apapun yang terjadi. Dia tidak peduli kalau pacarnya jahat, sering membuatnya sedih, dan terkadang cuek padanya, dia tetap sayang sama pacarnya.
Dari sini, saya hanya bisa mengangguk mengerti. Menyimpulkan dan memahami dari dua kasus berbeda dari teman saya sendiri. Mungkin benar adanya, berjalan berdua di tanah yang becek lebih mengesankan daripada berjalan di tanah kering tanpa rintangan dan hambatan yang menyiksa. Itulah sebabnya banyak orang bodoh meninggalkan masa depan yang menjamin kebahagiaan demi memperjuangkan perasaannya pada seseorang yang belum tentu membuatnya tampil sempurna setiap hari, memenuhi daftar belanjanya atau memanjakan perutnya, tapi cukup hidup sederhana bersamanya-lah yang membuatnya merasa cukup dan indah bahagia bersama.

Meski begitu, menurutku, separah-parahnya kita merasa bosan dengan pasangan kita, bukan berarti dia yang terbaik menjadi yang terburuk bagi kita. Kalau rambutmu sudah kusut dan panjang, sudah selayaknya untuk dirapikan dan dipotong. Kalau pohon itu layu dan kering, potong akar-akar benalunya, bukan ditebang pohonnya. Begitupun dengan menjalani hubungan, jika konflik masalah memompa rasa bosan, maka potonglah egomu, bukan hubungan yang sudah terjalin erat oleh waktu.

You Might Also Like

0 comments

Subscribe