Talkin' with Grandma's Friend (part II)

February 02, 2014


Nah, dari cerita yang didapat dari desa, Nenek Paeni ngasih wejangan yang meski perlu waktu untuk mencerna kalimatnya yang perlu diterjemahkan. Beliau bilang, kalau kunci utama nasib orang di masa depan adalah jodoh. Bukan bagaimana meriah dan sederhananya persepsi pernikahan, tapi dengan siapa kamu menghabiskan sisa hidup kamu bersamanya.


Karena, setelah kamu menikah motivasi kamu untuk bekerja dan berjuang adalah keluargamu, pasangan dan anak-anakmu kelak. Kalau pasanganmu saja tidak bisa memberi semangat atau harapan, bagaimana kamu bisa bangkit dan berjuang? Catet.

Nenek Paeni bicara banyak tentang kegagalan orang menikah. Bukan gagal yang diakhiri di ambang pintu perceraian, bukan gagal di meja hijau, tapi gagal membina keluarga yang sakinah mawadan dah warahmah. Tidak bercerai, tapi hidup berpisah jauh dan tidak bisa mengemban anak secara langsung. Meski difaktori ekonomi, tapi apakan baik menomorduakan kasih sayang dan mengutamakan pekerjaan? Think twice.
Meski begitu, tidak menyalahkan yang mencari pekerjaan di negara tetangga atau meninggalkan anak demi mencari nafkah. Tuhan sudah memberi jalan, apabila memang berpisah adalah jalan yang diberikan, kenapa tidak? Toh alih-alih bekerja meninggalkan keluarga juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Gak, gak ada salahnya sama sekali. Bukannya "Tuhan ini tidak adil" sudah bukan hal yang asing di telinga kita? Tapi, tetap percaya, Maha Pencipta kita adil dan tahu mana yang buruk dan mana yang baik bagi umatnya. Setiap cobaan ada pelajarannya, kita hanya perlu memahaminya tanpa banyak mengeluh.

"Kalau kamu nyari jodoh, jangan cari yang tampan atau kaya. Carilah yang sudah bekerja. Kita yang tua-tua ini cuma bisa berdoa, supaya cucu-cucu kita bahagia dengan siapa pun pilihannya." ujar beliau, meski suaranya renta masih terdengar tegas.
"Sekolah yang bener, ya, Nik (panggilan "nduk" bahasa Madura). Cari jodoh yang bener juga. Orang serenta nenek ini gak mungkin berharap apa-apa, cukup lihat cucunya bahagia itu sudah lebih dari cukup, tidak merepotkan kita yang sudah tua ini." tambahnya lagi.
Dan responku cuma menunduk dan mengangguk. Sekitar 40 menit berlalu, dua nenek beserta cucunya menghabiskan waktu di kursi panas. Nenek Paeni menutup pidatonya dan kita berdua berpamitan. Habis itu pulang. Dan rujakan. Sekian.

You Might Also Like

0 comments

Subscribe